Alih Fungsi Tanah Ulayat Adat


Alih Fungsi Tanah Rakyat Dipertanyakan


OELAMASI, ( KBNLIPANRI ONLINE ) — Alih fungsi tanah milik rakyat di Kecamatan Camplong, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, di pertanyakan. Hutan kawasan konservasi pun terus mengalami perluasan, tanpa pengetahuan masyarakat pemilik hak ulayat.



Permukiman dan lahan olahan warga makin terbatas. Jumlah penduduk terus bertambah. Padang pengembalaan, kawasan hutan adat dengan sejumlah peninggalan leluhur termasuk kuburan nenek moyang di kawasan itu pun masuk kawasan konservasi.

Warga mendesak pemerintah meninjau ulang pilar batas kawasan konservasi yang dipasang pihak Badan Pemetaan Kawasan Hutan atau BPKH Kupang dan Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kupang. Pilar itu dibuat tanpa pengetahuan warga, yang sudah ratusan tahun mendiami wilayah itu, termasuk sebelum Belanda membangun kawasan permukiman Camplong, tahun 1929.
Yeremias Loeh (75), tokoh masyarakat Desa Camplong 2, Kecamatan Camplong, Kabupaten Kupang, dalam tatap muka dengan Bupati Kupang Ayub Titu Eki di Camplong, 5 km dari ibu kota Kabupaten Kupang, Oe lamasi, Sabtu (26/2/2011), mengatakan, sangat menyesalkan sikap BKSDA dan BPKH Kupang.

Oknum dari Balai Konservasi dan BPKH menjual tanah di areal konservasi kepada pejabat, dan menebang hutan sesukanya bersama pengusaha, tetapi tidak pernah diproses. "Hutan konservasi dijual dan ditebang sesukanya. Sementara masyarakat menebang pohon jati di areal yang mereka jaga dan rawat selama berpuluh-puluh tahun ditangkap dan diproses di pengadilan," kata Loeh .
Kawasan hutan konservasi pada tahun 1983 hanya 475 hektar (ha) saat ini sudah mencapai 696,6 5 ha. Pihak BKSDA dan BPKH telah empat kali melakukan perluasan atas kawasan itu, tanpa pengetahuan kepala desa, masyarakat adat, dan pemilik hak ulayat.

Mantan Kepala Desa Camplong 2 ini mengatakan, pergeseran tapal batas lahan konservasi termasuk papan pengumuman kawasan hutan konservasi dilakukan pada malam hari oleh oknum Balai Konservasi dan BPKH, Tindakan itu seakan kawasan hutan Camplong belum dikuasai masyarakat, Lahan pertanian dan padang pengembalaan milik masyarakat pun semakin sempit. "Kami petani dan peternak butuh lahan yang luas. Tetapi dari total sekitar 1.000 hektar Kecamatan Camplong hampir 70 persen sudah dialih fungsikan menjadi kawasan konservasi," kata Loeh.

Hutan seluas 696,6 5 ha itu berada dalam kawasan Desa Oebola Dalam, Camplong 2, Camplong 1, Oetune, dan Desa Silu. Sekitar 3.250 warga dari lima desa ini semakin terdesak. Hutan seluas 221,45 hektar itu diambil diperoleh melalui proses perluasan empat kali, sejak 1983.
Tidak ada proses pengukuhan atau penyerahan dari masyarakat kepada BPKH dan Balai Konservasi untuk mengelola kawasan itu. "Kami minta bupati pertemukan kami dengan BPKH dan BKSDA Kupang, apa betul ada alih fungsi hutan dari masyarakat kepada mereka. Perluasan tapal batas lahan konservasi atas dasar apa. Lalu di mana masyarakat hidup kalau semua lahan masyarakat dialihfungsikan," katanya.

Dominggus Suek (75), tokoh masyarakat Oebelo Dalam mengatakan, lahan seluas 450 ha yang saat ini menjadi hutan konservasi, dikuasai pemerintah tanpa prosedur, Pemerintah secara sepihak mengambil lahan itu tanpa pengetahuan masyarakat.

Belanda membangun kampung Camplong 1929. Ketika itu Belanda tidak pernah menetapkan wilayah itu sebagai hutan lindung atau konservasi. Masyarakat bebas mengolah seluruh kawasan itu, termasuk membiarkan ternak sapi berkeliaran di dalamnya.
Bupati Kupang Ayub Titu Eki mengatakan, segera mengajukan permohonan peninjaun ulang tata batas hutan masyarakat dan hutan konservasi.

Sebanyak 64 persen kawasan hutan di Kecamatan Camplong masuk kawasan hutan konservasi sehingga masyarakat sulit mengolah tanah, memelihara ternak sapi, dan membangun permukiman. "Batas kawasan hutan tidak hanya diatur melalui komputer, tetapi harus ada titik batas dengan ketinggian tiang cor, selokan air, dan disosialisasikan kepada masyarakat umum oleh panitia tata batas. Panitia beranggotakan tokoh masyarakat setempat termasuk aparat pemerintah desa dan camat," kata Ayub.

Ia mengatakan, masyarakat Camplong dalam posisi sulit: Mereka tidak punya lahan olahan, permukiman semakin padat dengan pertambahan penduduk, dan padang peternakan sapi dialih fungsikan menjadi hutan konservasi.

Agus Hartanto anggota BPKH Kupang mengatakan, pemetaan kawasan hutan lindung dan hutan konservasi di Camplong sudah sesuai prosedur. Luasan 696,65 ha lahan itu sesuai SK Menhut Nomor 89/Kpts II/83, tanggal 2 Desember 1983.

Ia membantah terjadi perambahan hutan di kawasan hutan lindung Camplong oleh oknum anggota BPKH atau BKSDA. Penebangan hutan di kawasan itu dilakukan masyarakat, yang mengaku sebagai pemilik hak ulayat. "Kami siap berdialog dengan masyarakat. Apa yang kami lakukan semata-mata demi menyelamatkan hutan dan menjaga sumber-sumber air di kawasan itu, yang tentunya berdampak juga untuk kepentingan masyarakat setempat. Sumber air warga Kota dan Kabupaten Kupang sebagian berasal dari mata air Camplong," katanya ( team )



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Presiden Jokowi Berharap Pendamping Desa Sumut Bangun SDM Desa

JEJAK KERAJAAN KUTAI

Wali Kota Hadiri Pembukaan Festival Peringatan 60 Tahun Hubungan Diplomatik Indonesia-Jepang