Kebakaran Hutan Dan Lahan
Kebakaran Hutan Dan Lahan (karhutla) Disebabkan Alifungsi Tanah Adat
Jakarta,(kbn lipanri)
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan
(Menko Polhukam) Wiranto mengatakan, pengentasan dan penanganan kebakaran hutan
dan lahan (karhutla) seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah
(pemda). Mulai dari tingkat kepala desa, camat, bupati atau wali kota, hingga
gubernur.
Dia menuturkan, pemerintah pusat hanya berlaku sebagai
koordinator. Oleh karena itu, pemda diharapkan bisa mandiri dalam menghadapi
permasalahan yang sama setiap tahunnya.
"Ini tanggung jawab daerah. Jangan terus bergantung
pada pusat. Harus betul-betul tahu masalah ini dan tahu harus berbuat
apa," kata Wiranto dalam keterangannya, Jakarta, Selasa (17/9/2019).
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyegel
sekitar 42 perusahaan di 43 lokasi yang diduga menjadi otak di balik aksi pembakaran
hutan.
Hal tersebut disampaikan oleh Dirjen Penegakkan Hukum KLHK, Rasio Ridho
Sani saat ditemui di kantor BNPB, Jakarta, Sabtu (14/9/2019).
"Kami sudah melakukan proses penyegelan dalam rangka
membuktikan untuk dilakukannya penegakan hukum. [...]Sampai hari ini, ada 42
lokasi perusahaan yang kami segel, dan 1 milik masyarakat. Jadi total ada 43
lokasi yang disegel oleh KLHK," kata Ridho, Sabtu.
Ridho mengatakan, mayoritas penyegelan di-43 lokasi
dilakukan di Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Sementara itu, di daerah
Jambi terdapat 2 perusahaan yang disegel, yakni PT NAS dan PT BTB. Kemudian di
Riau adalah 5 lokasi yang disegel.
"Di antara
perusahaan-perusahaan yang kami segel, ada beberapa perusahaan yang memiliki
modal dari luar, satu dari Singapura, dia dari malaysia," ujar Ridho.
Ridho pun menegaskan, KLHK tidak akan pandang bulu dalam
penegakan hukum masalah kebakaran hutan.
Perusahaan asing yang terlibat pembakaran akan ditindak
dengan aturan dalam negeri. Mereka pun sudah menjerat setidaknya 4 koruporasi
ke proses hukum.
"Ada 42 lokasi
yang kami segel, 1 milik perorangan. Kemudian kami lakukan proses penyidikan,
sudah ada 4 korporasi yg kami tetapkan sebagai tersangka," ungkap Ridho.
Riau Paling Terdampak Kebakaran Hutan dan Lahan di Riau
Capai 1.761 Hektare Empat perusahaan yang kini berstatus tersangka adalah PT
ABP yang merupakan sawit di Kalimantan Barat, PT AEL sebagai perusahaan sawit
di Kalimantan Barat, PT SKN sebagai perusahaan sawit di Kalimantan Barat, serta
PT KS, di Kalimantan Tengah.
Secara administratif, KLKH pun meminta bupati atau walikota
setempat untuk memberikan sanksi administratif, berupa pencabutan izin.
Kemudian, secara hukum, saat ini terdapat 5 pihak yang
diproses dalam pengadilan, serta 17 gugatan perdata yang dilayangkan oleh KLHK
kepada sejumlah pihak yang diduga terlibat dalam pembakaran hutan.
"Dalam penegakan hukum pidana itu, ada sanksi
perorangan dan juga sanksi korporasi, dan bisa dua-duanya. Di beberapa kasus
kan ada juga direktur yang dipidana. Contohnya, di Surya Panen Subur, di
samping harus bayar denda Rp 490 miliar, kan direktur dipidana penjara badan
juga," jelas Ridho.
Namun, di sisi lain, Kepala Departemen Advokasi Walhi Zenzi
Suhadi justru melihat regulasi yang ada di Indonesia sebenarnya sudah cukup
baik untuk memayungi masalah kebakaran hutan atau lahan gambut yang dipicu oleh
korporasi, khususnya sawit. "Instansi penegak hukum itu yang masih lemah
untuk menjalankannya," ujar Zenzi kepada reporter Tirto pada Jumat
(13/9/2019) malam.
Dalam konteks kebakaran hutan dan lahan gambut yang tengah
berlangsung saat ini, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni
Monardo memaparkan bahwa keadaannya terus memburuk.
"Kenapa semakin
hari semakin meningkat? Dan tingkat ketebalan asap dan polutan yang ada semakin
tinggi? Pertama disampaikan, curah hujan nyaris tak ada. Kemudian, jumlah lahan
gambut yg terbakar sangat besar," ungkap Doni dalam konferensi pers di
BNPB, Jakarta Timur, pada Sabtu (14/9/2019).
Dalam data BNPB, pada 14 September 2019, kebakaran hutan
tersebar di tujuh provinsi, yakni Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan
Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, serta Papua.
Total titik panas adalah 4012. Total lahan yang terbakar
sejak Januari hingga Agustus 2019 seluas 328.724 hektare. Dari luas tersebut,
27 persen di antaranya adalah lahan gambut. Selebihnya, lahan mineral.
Dampak dari kebakaran hutan, dari data BNPB, antara lain
adalah gangguan terhadap penerbangan, sehingga penerbangan ditunda atau
dihentikan dan juga dampak kesehatan,
terutama ISPA. ( team )
Komentar
Posting Komentar