P-APBD 2019 Dituding Tidak Sah, Ketua DPRD Sumut Disomasi


P-APBD 2019 Dituding Tidak Sah, Ketua DPRD Sumut Disomasi


Medan,( kbn lipanri )

Banyak pihak menyatakan penolakan keras terhadap R-APBD Sumut 2019 yang akan segera disahkan. Selain dari kalangan DPRD Sumut, penolakan juga muncul dari kelompok Cipayung Plus (HMI, GMKI, GMNI, PMII, dan KAMMI) Sumut.

Penolakan tersebut disebabkan oleh adanya kesan tidak serius dan cenderung asal-asalan dalam Pembahasan R-APBD Sumut 2019, yang digelar beberapa waktu lalu. Dalam pembahasan tersebut, Ketua DPRD dan Gubernur Sumut bahkan tidak berhadir.

Menurut pengamat politik yang juga merupakan akademisi UIN SU Faisal Riza, jika pengesahan tetap dilakukan, meski terjadi kisruh, maka dapat dikatakan bahwa APBD 2019, "berbau" politik penganggaran  Dimana, dalam hal ini, Gubernur Erry Nuradi, akan kembali mengikuti kontestasi politik terakbar di Sumatera Utara tersebut

Berita lainnya :

Ketua DPRD Sumut Wagirin Arman disomasi Direktur Eksekutif FITRA Sumut Rurita Ningrum dan Koordinator SAHdAR Ibrahim.

Somasi terkait disahkannya Perubahan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (P-APBD) Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2019 meski jumlah anggota dewan yang hadir tidak qourum.
Kemudian menyerahkannya kepada Menteri Dalam Negeri sesuai PP Nomor 12 tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota.

Berdasarkan pendampingan hukum yang dilakukan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Sumut dan Sentra Advokasi untuk Hak Dasar Rakyat (SAHdAR) diketahui, rapat pengesahan P-APBD Sumut 2019 beberapa kali gagal karena tidak memenuhi qourum.
Para anggota dewan absen tanpa alasan yang dibenarkan hukum padahal Kebijakan Umum Anggaran - Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA PPAS) P-APBD telah disepakati bersama sebelumnya.
 Kalau P-APBD mengacu pada KUA PPAS, harusnya tidak ada lagi penolakan atau mangkir berjamaah seperti pada sidang paripurna terakhir.

 “Kami meminta pimpinan dewan melakukan persidangan kembali. Duduk bersama mengesahkan Ranperda P-APBD,” kata Hamdani Harahap mewakili kuasa hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, Selasa (3/9/2019). Secara hukum, kata Hamdani, para anggota dewan yang absen saat sidang paripurna telah menyalahgunakan jabatan dan mempermalukan diri sendiri karena tidak menjalankan tugas pokok dan fungsi yang melekat kepadanya.

Masyarakat Sumut dirugikan karena perbuatan mereka. Somasi yang dilakukan untuk menghindari stigma negatif kepada wakil rakyat dan peristiwa hukum terjadi seperti di masa Gubernur Sumut Gatot Pudjo Nugroho. ”Pimpinan dewan harus menggelar sidang paripurna P-APBD 2019 selambat-lambatnya tiga hari sejak somasi dilayangkan. Kalau tidak dilaksanakan maka kami akan melapor ke KPK,” kata kuasa hukum lain, Ismail Lubis dan Maswan Tambak.
Rurita menambahkan, eksekutif dan legislatif perlu duduk bersama merunut kembali tahapan apa yang sudah dilalui.

 P-APBD adalah dokumen keuangan daerah yang dibahas bersama-sama demi kedaulatan rakyat atas anggaran. Jangan karena egoisme masing-masing mengabaikan apa yang sudah dilakukan, padahal untuk pembahasan Ranperda P-APBD telah menghabiskan anggaran yang sangat banyak.
"Pembahasannya saja dilakukan di Jakarta, wajar sebagai masyarakat kami akan menggugat kalau output dari kegiatan yang menghabiskan anggaran begitu banyak tidak ada. Ini untuk kepentingan Sumut.... Ingat, kami rakyat dapat menggugat kinerja DPRD.
 Melihat proses pembahasan P-APBD ini, kita dapat melihat siapa yang tidak memiliki komitmen pada setiap tahapan," katanya.

Kursi kosong saat rapat paripurna Tak memenuhi quorum menjadi alasan batalnya rapat paripurna Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan (LPJP) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2018 Provinsi Sumut ditunda pada Senin (8/7/2019) siang lalu. Padahal, pimpinan sidang Aduhot Simamora sudah menskors sidang beberapa kali namun hanya 51 orang yang hadir dari total 100 orang anggota dewan.  "Jumlah kehadiran masih 53 orang, sesuai tata tertib belum memenuhi quorum tiga per empat, dengan demikian sidang dinyatakan ditunda," kata Aduhot sambil mengetok palu.

 Besoknya, Selasa (9/7/2019) pagi, sidang kembali dibuka. Dari daftar kehadiran diketahui hanya 33 anggota dewan yang hadir. Alhasil, ruang rapat terlihat lebih banyak diisi kursi kosong.
Ketua Komisi D DPRD Sumut Sutrisno Pangaribuan yang dimintai komentarnya mengatakan, sidang akan kembali ditunda. Alasannya, pada sidang kemarin sudah sepakati ditunda karena tidak quorum dan akan dilanjutkan setelah dijadwalkan ulang melalui badan musyawarah (banmus).
Menurutnya, pimpinan sidang yang memaksakan agar paripurna tetap digelar. Padahal, hari itu sebagian besar pimpinan dan anggota DPRD Sumut sudah terjadwal kunjungan ke luar provinsi.
 Sutrisno bilang, Aduhot menabrak tata tertib soal syarat minimal kehadiran yaitu dua per tiga dari anggota DPRD Sumut.

 "Banmus dipaksa untuk rapat dan dijadwalkan hari ini, sementara sebagian besar sudah menjadwalkan kembali kunjungan ke Jakarta. Akibatnya jumlah anggota yang hadir hanya 29 orang.
Kami dari dapil tujuh konsultasi terkait Sumteng di Kementerian Dalam Negeri," kata Sutrisno Disinggung rumor yang beredar bahwa penundaan sidang paripurna karena para anggota dewan malas bekerja di akhir masa jabatannya, dia membantahnya.  "Kemarin sudah kita jadwalkan, namun ada pembahasan yang tidak maksimal karena pihak Pemprov Sumut tidak pernah serius menyiapkan bahan-bahan rapat yang kita butuhkan. Akibatnya rangkaian pembahasan tidak sesuai jadwal," ungkapnya.

Terkait adanya ketidak-sinkronan LPJP dengan data di lapangan, Wakil Ketua Fraksi PDI Perjuangan ini mengatakan, pihaknya menemukan di beberapa lokasi seperti Kabupaten Padanglawas Utara dan Labuhanbatu pembangunan fasilitas prasarana, sarana dan utilitas (PSU) untuk perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), belum selesai 100 persen atau masih dikerjakan tetapi sudah dilakukan pembayaran. "MBR di lapangan ternyata pemilik rumah bukan masyarakat," ucapnya.

Dirinya menilai butuh komunikasi yang baik antara wakil rakyat dengan gubernur. Pihaknya menyakini ada 'orang-orang' yang selalu ingin menghambat komunikasi tersebut sehingga banyak kendala dalam tugas kelembagaan.

Ditanya siapa, Sutrisno bilang, pembisik gubernur selalu menyampaikan informasi yang tidak benar soal DPRD.  "Gubernur harus membangun komunikasi yang baik, jangan percaya kepada para pembisik yang selalu ingin ada kegaduhan politik," pungkasnya. Akhirnya disetujui, diapresiasi Gubernur Edy Meski dituding melanggar tata tertib karena tidak sesuai quorum, akhirnya LPJP APBD 2018 Provinsi Sumut disetujui menjadi Peraturan Daerah.
Rapat Paripurna ditutup ketukan palu Wakil Ketua DPRD Sumut Aduhot Simamora.
Gubernur Sumut Edy Rahmayadi mengapresiasi dan mengucapkan terima kasih kepada anggota dewan yang telah menandatangani keputusan bersama LPJP tersebut. Selanjutnya LPJP dan Ranperda itu akan disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri untuk dievaluasi sebelum ditetapkan menjadi Perda.

 "Sehingga kita bisa melanjutkan tugas menyusun Perubahan APBD Tahun Anggaran 2019 dan penyusunan RAPBD Tahun Anggaran 2020," kata Edy. Ditanya soal jumlah kehadiran anggota dewan yang tidak memenuhi quorum sehingga dinilai keputusan menyetujui LPJP APBD 2018 Provinsi Sumut tidak sah.  "Itu wewenang DPRD," katanya singkat.
Disahkan 7 fraksi, tak ada yang dilanggar Aduhot Simamora yang ditemui di ruangannya usai rapat paripurna mengatakan, LPJP sangat penting untuk disahkan. Menurutnya, dari sembilan fraksi yang ada, tujuh fraksi yang hadir menyetujui untuk melanjutkan rapat. Menurutnya sudah sesuai tata tertib dan tidak ada yang dilanggar.

 Semua ini demi kemaslahatan masyarakat Sumut karena tanpa LPJP tak bisa dibahas P-APBD.   "Secara pribadi saya, honor dari guru honor sudah kita putuskan naik, itu dimuat di situ (LPJP). Kalau tadi tidak terlaksana, tidak ada lagi waktu untuk membikin quorum karena semua agenda kawan-kawan anggota dewan sudah terjadwal," katanya.

 "Contoh, kalau kita buat besok, banmus 50 orang berangkat kunker semua sampai Sabtu, kan gak mungkin karena ini menyangkut ranperda bukan keputusan biasa... Oke, kita buat Senin, itulah batas waktu satu bulan yang diberikan undang-undang.

Pansus narkoba juga berangkat pada hari Minggunya."  "Biasa itu kalau ada riak-riak, kita hormati, sah-sah saja. Tapi yang jelas, di pendapat banggar yang dibacakan tadi, bahwa kalau ada pergeseran DPRD Sumut tidak ikut bertanggung jawab." "Tidak ada kepentingan saya... Sah-sah saja kawan-kawan itu, saya ngerti maksud mereka. Nanti ketemu ketawa-ketawanya kami, taulah anggota dewan ini. Lagian bukan kali ini kejadiannya, sebelumnya juga ,ungkapnya.( limber sinaga )


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Presiden Jokowi Berharap Pendamping Desa Sumut Bangun SDM Desa

JEJAK KERAJAAN KUTAI

Wali Kota Hadiri Pembukaan Festival Peringatan 60 Tahun Hubungan Diplomatik Indonesia-Jepang