Maha Raja Singsingamangaraja Ke IX
Arkeolog Telusuri Jejak Gajah Mada di Tamiang
Telah Ditemukan Sejarah Prabu Wijaya ( Pati Gajamada ) Dengan Gelar Maha Raja Singsingamangaraja Ke IX ( Raja Sotaronggal ) Yang Nama Asli Penyebutan Sanghiangnaga Di Tano Batak
Kualasimpang,( kbn lipanri )
Tim arkeologi dari Balai Arkelogi Sumatera Utara bekerjasama
dengan Dinas Budaya, Pariwisata dan pemuda Olaharaga (Disbudparpora) Aceh
Tamiang melakukan penelitian menelusuri jejak Gajah Mada yang merupakan patih
Kerajaan Majapahit, di Desa Masjid Kecamatan Manyak Payed, Kabupaten Aceh
Tamiang. Kamis (29/12).
Kadis Budparpora Aceh Tamiang, Syahri, mengatakan bahwa
penelusuran keberadaan Gajah Mada di Aceh Tamiang karena berdasarkan cerita
rakyat secara turun menurun di kawasan ini, pasukan Kerajaan Majapahit pernah
mendatangi Tamiang dan Patih Gajah Mada disebut-sebut meninggal di Aceh
Tamiang. Sehingga periode sebelum tahun 1964, kecamatan ini dikenal dengan nama
Majopahit dan pada tahun 1964 baru berubah dengan nama Manyak Payed. “Administrasi
pemerintah desa pada masa 1960-an tertulis nama desa ini dengan nama
Majopahit,” ujarnya.
Atas dasar hikayat tersebut, pihaknya bekerjasama dengan
Balai Arkeologi Sumut menelusuri jejak sejarah tersebut dengan menurunkan enam
arkelog ke Tamiang. Ketua tim arkeolog tersebut yakni Ketut Wiradnyana
mengatakan, pihaknya saat ini telah melakukan ekskavasi (penggalian tanah untuk
menemukan bukti fisik) di sekitar benteng yang diduga dibangun anak dari Raja
Sisingamaraja yang berasal dari Sumatera Utara, di kompleks pemakaman tua,
serta kolam di Desa Mesjid.
Hasil ekskavasi
Dari penggalian pertama di benteng anak Sisingamaraja, tim
menemukan pecahan gerabah dan koin kuno masa Hindia Belanda. Benteng tersebut,
dulunya setinggi dua meter dan saat ini masih terlihat gundukannya. Dari
penggalian ini diketahui bangunan benteng tersebut memiliki tinggi setengah
meter, dan bentuknya persis dengan benteng-benteng yang ada di daerah batak.
Bisa jadi benteng ini dibangun untuk pengamanan putri Raja Sisingamaraja yang disebut
warga pernah berdiam di daerah ini.
Lokasi ekskavasi kedua dilakukan di pemakaman tua di Dusun
Darul Falah, Desa Mesjid. Namun tidak ditemukan artefak di lokasi itu. Namun,
pada batu nisan terdapat tulisan arab dengan tahun 1316 Hijriah.
Penelitian ketiga dilakukan di kolam di Masjid desa setempat
yang kedalamannya 2,5 meter. Kolam tersebut di bawahnya terdiri dari kayu
ukuran 70 centimeter dengan tebal 20 cm. Di atasnya terdapat susunan ballast
stone (batu penyeimbang) kapal.
Kayu yang didapat dari penggalian itu akan diuji karbon
untuk mengatahui umur kolam tersebut. Keberadaan batu sendimen di atasnya,
menurut perkiraan tim arkeolog, merupakan barang bawaan kapal pada masa lalau,
sebagai penyeimbang kapal saat berlayar dalam keadaan kosong. Ketika kapal
memuat barang seperti rempah-rempah, batu penyeimbang tersebut ditinggalkan.
Dari temuan sementara hasil penggalian ini, tim arkeolog
belum menemukan tanda-tanda peninggalan Kerajaan Majapahit. Namun, pihaknya
belum mengetahui apakah pasukan Majapahit saat itu singgah di daerah ini, atau
hanya sekedar melakukan patroli laut. Karena dalam sajerah, Tumihang (Aceh
Tamiang) masuk dalam wilayah Kerajaan Majapahit.(limber sinaga)
Komentar
Posting Komentar