Operasi Tangkap Tangan Wali Kota Medan
Kronologi Operasi Tangkap Tangan Wali Kota Medan
KPK heran alias geleng-geleng kepala karena Wali Kota Medan
Dzulmi Eldin terjaring operasi tangkap tangan (OTT) dan kemudian ditetapkan
sebagai tersangka karena diduga menerima suap. Eldin disebut sudah berulang
kali bertemu KPK untuk persoalan pencegahan korupsi di Medan. "Ibu Basaria kurang dari dua minggu dari Medan,
seminggu. Saya, Pak Pahala (Deputi Pencegahan KPK) baru beberapa hari juga,
hari Senin. Bung Saut sudah beberapa kali ketemu masalah Centre Point ada
dengan Wakil juga ketemu berkali-kalilah, baik pimpinan ataupun staf itu,
sebenarnya dalam rangka pencegahan," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang
di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (17/10/2019).
Jakarta,( kbn lipanri )
Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap Wali Kota Medan
Tengku Dzulmi Eldin dan sejumlah orang lainnya dalam operasi tangkap tangan
(OTT) di Medan, Sumatera Utara, pada Selasa-Rabu, 15-16 Oktober 2019.
Penangkapan itu terkait kasus dugaan suap proyek dan jabatan pada Pemerintahan
Kota Medan.
Selain Wali Kota Medan, KPK juga menangkap Syamsul Fitri
Siregar alias SFI, Kepala Sub Bagian Protokoler Kota Medan; Isa Ansyari alias
IAN, Kepala Dinas PUPR Kota Medan; Aidiel Putra Pratama alias APP, Ajudan Walikota
Medan; serta Sultan Solahudin alias SSO.
Dalam konferensi pers Rabu malam, 16 Oktober 2019, Wakil
Ketua KPK Saut Situmorang menjelaskan kronologi OTT tersebut.
Menurut dia, awalnya penyidik mendapat informasi ihwal
adanya permintaan uang dari Dzulmi untuk menutupi kelebihan pengeluaran
perjalanan dinasnya beserta jajaran Pemerintah Kota Medan ke Jepang.
"Diketahui wali kota membawa serta keluarganya pada
perjalanan dinas tersebut," tutur Saut.
Syamsul yang juga ikut ke Jepang mendapat perintah pencarian
dana tersebut dari Dzulmi. Dirinya lantas menghubungi beberapa kepala dinas di
lingkup Pemerintah Kota Medan untuk meminta kutipan dana untuk menutupi dana
APBD yang sebelumnya dipakai dalam perjalanan tersebut.
Menurut Saut, Isa Ansyari selaku Kepala Dinas PUPR Kota
Medan bersedia memberikan uang sebesar Rp 250 juta. Uang tersebut diserahkan
lewat transfer sebesar Rp 200 juta sementara sisanya secara tunai.
"Setelah memastikan adanya transaksi pemberian uang dari Kadis PU ke APP
(Aidiel) selaku ajudan TDE (Dzulmi), pada hari yang sama tim langsung bergerak
untuk mengamankan orang-orang terkait," kata Saut.
Sekitar pukul 20.00 WIB tanggal 15 Oktober, tim mengejar
ajudan Dzulmi berinisial AND. Saat itu dirinya baru saja mengambil uang tunai
Rp 50 juta di rumah Isa. Namun, tim tak berhasil menangkap AND. Ia kabur
setelah berusaha menabrak tim KPK yang memberhentikannya di tengah perjalanan.
Saut menjelaskan, tim lantas bergerak dan menangkap Isa di
rumahnya pada pukul 21.30 WIB. Selang satu setengah jam kemudian tim KPK
beranjak ke salah satu rumah sakit di Kota Medan. Dzulmi diketahui tengah
menjalani fisioterapi di sana. "Tim kemudian mengamankan APP yang sedang
mendampingi TDE di rumah sakit," kata Saut.
Tak habis di situ, penyidik KPK bergerak ke kantor Wali Kota
Medan pada Rabu dini hari sekitar pukul 01.30 WIB dan menangkap Solahudin dan
mendapati uang Rp 200 juta yang disimpan di laci kabinet ruang protokoler.
Terakhir, penyidik menangkap Syamsul di rumahnya pukul 11.00 WIB. Mereka lantas
diterbangkan secara bertahap ke Jakarta untuk menjalani pemeriksaan di gedung
KPK.
Dalam kasus ini, Isa juga diduga menyetor uang tunai sebesar
Rp 20 juta ke Dzulmi pada periode Maret-Juni 2019 serta Rp 50 Juta pada
September. Uang itu disetorkan setelah dirinya diangkat oleh Dzulmi sebagai
Kepala Dinas PUPR Pemerintah Kota Medan.
Saat ini, penyidik KPK telah menetapkan Dzulmi, Isa dan
Syamsul sebagai tersangkat. Mereka pun telah ditahan selama 20 hari ke depan di
rumah tahanan yang berbeda. Saut pun mengimbau kepada AND agar menyerahkan diri
ke KPK beserta uang Rp 50 juta pemberian Isa untuk Dzulmi yang masih ia bawa.( team )
Komentar
Posting Komentar