Keturunan Maharaja Sisingamangaraja V
Sejarah Keturunan Maharaja Sisingamangaraja V Mulawarman Di Sumatra
Padang,( kbn lipanri )
Raja Mauliwarman - Taluran Kudo Samburani -Bertramsyah -
Tuanku Rajo Tuo Sultan Baheramsyah.)
Pengantar
Tulisan ini tidak lebih sekedar untuk menjawab banyak perta
nyaan tentang kekaburan sejarah kerajaan Pagaruyung sesudah meninggalnya
Adityawarman. Setelah Adityawarman meninggal awan gelap menutupi sejarah
kerajaan Pagaruyung, sehingga dianggap tidak lagi mempunyai raja yang merupakan
keturunan darah langsung dari Adityawarman.
Sedangkan Ananggawarman yang dikatakan dalam salah satu pra
sasti Adityawarman sebagai anaknya dianggap tidak pernah memerintah, karena itu
dalam banyak penulisan sejarahnya kekuasaan Adityawarman langsung digantikan
oleh Yang Dipertuan Sultan Bakilap Alam. Pada hal jarak antara Anangga warman
dengan Sultan Bakilap Alam sangat jauh sekali masanya.
Akhir kekuasaan Ananggawarman diperkirakan tahun 1425,
sementara Sultan Bakilap Alam naik nobat pada tahun 1450. Itu artinya sejarah
telah terputus selama lebih kurang satu seperempat abad. (1425 -1550, terputus
selama 125 tahun).
Dalam Tambo Silsilah Kerajaan-Kerajaan di Gunung Marapi
diceritakan bahwa Palokamo (Adityawarman) menyambung tali kekuasaan selama 40
tahun. Kemudian naik Baramah (Anang gawarman) memegang kekuasaan selama 33
tahun, buku talinya. Rajo Baramah Sanggowano nakan dijawek pusako ditolong
nakan (kemenakan) oleh mamak yang bertiga, mahkota dari ayah kan dungnya.
Ketika ayahnya sudah tua Baramah aktif menggantikan pekerjaan. Dari pulau Ameh,
Rajo Mudo Anaggawarman itu berulang ke Campa dan ke Cina.
Ada sepuluh Raja dan Raja Putri yang memegang tampuk keku
asaan Pulau Ameh di Pagaruyung hilang dalam kegelapan pere butan kekuasaan
dynasty, sampai kemudian baru muncul Sultan Maharaja Alif (Sultan Bakilap
Alam).
Kenapa ?
Bertramsyah, adalah Tuanku Rajo Tuo Gelar Sultan Baheramsyah
anak kandung Puti Jamilan, cucu dari Dt. Sri Maharajo Dirajo Minangkabau, yang
kemudian bergelar Sang Tribuwana, dipercayai sebagai “yang turun dari langit”
menjadi raja juga di Tanah Bugis, yakni dari keturunan Indrajati dari Bukit
Batu Patah, Minangkabau. (Panji Masyarakat, No.167 hl.27, Alb.8. Dan Ranji Asli
Kerajaan Indrapura).
Ananggawarman Mauliwarmadewa, putra dari Maharaja Aditya
warman, Maharaja Suwarnabhumi di Pagaruyung. Dalam satu prasasti yang terdapat
di Tanah Datar, namanya tertulis Anangga warman. Dalam kitab catatan raja-raja
Cina namanya disebut Ma Na Che Wu li, sebutan Cina untuk Maharaja Mauli, yakni
Maharaja Mauliwarmadewa, nama gelar kebesaran raja-raja Melayu di
Suwarnabhumi.- Pulau Emas.
Kitab Tambo Bungka Nan Piawai, Salasilah Tambo Rajo-Rajo
Gunung Marapi di Pagaruyung menyebutkan bahwa Dewang Palo kamo Rajo Indo
Deowano menikah dengan Puti Reno Jalito, yang juga bernama Puti Reno Jamilan,
adik kandung Datuk Perpatih Nan Sabatang, dan Datuk Ketumanggungan. Dari perkawinan
ini lahirlah sepasang putra-putri yakni, Dewang Baramah Sanggo wano dan Dewi
Reno Rani Sanggodewi.
Dewang Baramah Sanggowano yang kemudian nikah dengan Puti
Reno Dewi, putri dari Datuk Ketumanggungan dengan istrinya Samputi seorang
wanita keturunan Bungo Satangkai Di Gunung Marapi.
Dari perkawinan ini lahirlah Puti Salareh Pinang Masak, Puti
Panjang Rambuik dan Puti Bungsu. Puti Salareh Pinang Masak menikah dengan
Datuak Barhalo yang kelak menurunkan raja-raja Jambi. Anak yang terbungsu
adalah Rangkayo Hitam menjadi raja Jambi menggantikan ibunya Puti Salareh
Pinang Masak. Puti Panjang Rambuik anak kedua dari rajo Baramah yang menjadi
raja di Minangkabau Pagaruyung dengan gelar Yang Dipatuan Dewang Deowani.
Putra-putranyalah yang menjadi raja-raja muda (temenggung) di hulu Jambi atau
Sialang Balantak Basi atau Durian Ditakuk Rajo.
Salah seorang putrinya menjadi permaisuri oleh Raja Jambi
Rangkayo Hitam dan keturunannya kemudian menjadi raja-raja Jambi. Putri ketiga
yakni Puti Bungsu kawin dengan adik Yang Dipatuan Dewang Deowani yakni dengan
Tuanku Maharaja Sakti. Sementara itu, Dewi Reno Rani Sanggodewi, menikah dengan
Rajo Dianjuang putra dari Datuk Perpatih Nan Sabatang dengan istrinya bernama
Tabik.
Ananggawarman Dewang Baramah Sanggowano sebagai putra mahkota
dinobatkan menjadi raja, dan mewarisi kemaharajaan dalam masa sulit setelah
ayahnya mangkat di tahun 1376 M. Ketika Ananggawarman menaiki tahta
menggantikan ayahanda Adityawarman yang mangkat tahun 1376, dengan segera
mengirim delegasi ke Cina untuk meminta pengakuan diplomatik, dan pengakuan
terhadapnya sebagai Maharaja Suwarnabhumi. Utusan itu datang ke Cina tahun 1376
M itu juga.
Tahun 1377 M Cina mengirim delegasi balasan membawa surat
pengakuan Maharaja Cina terhadap Ananggawarman Mauli warmadewa (Ma Na Che Wu
Li, Maharaja Mauli) sebagai Maha raja Suwarna bhumi. Ketika delegasi Cina itu
kembali ke negeri nya, kapal mereka dicegat oleh armada Majapahit dan pimpinan
utusan itu dibunuh oleh tentara Majapahit. Pada tahun 1379 Maja pahit mengirim
delegasi ke Cina untuk membertahukan bahwa Suwarnabhumi adalah bagian dari
Majapahit. Delegasi tersebut di tahan para penguasa Cina. Tetapi kemudian
dilepaskan kembali.
Masa pemerintahan Ananggawarman merupakan masa yang sulit
bagi Suwarnabhumi Pagaruyung. Untuk mempertegas klaimnya dan untuk menyatakan
kedaulatannya, Majapahit mengirim ekspedisi tempur ke Suwarnabhumi, Palembang,
Jambi, Tebo, Darmasyraya dan Pagaruyung segera diduduki. Peristiwa ini terjadi
pada tahun 1377 M. Para ahli sejarah mencatatnya sebagai tahun tamatnya
Sriwijaya. Pada hal ada periode-periode tertentu tentang keberadaan Sriwijaya
itu sendiri, yakni :
Kedatuan Sriwijaya I, zaman Dapunta Hyang Jayanasa
Kedatuan Sriwijaya II, zaman Kemaharajaan Suwarnabhu mi yang
dikuasai Dinasty Sailendra, tamat riwayatnya pada tahun 1063 M dan peranannya
digantikan oleh: Kemaharajaan Suwarnabhumi Dinasty Melayupura (Dharmasyraya)
Kedatuan Sriwijaya III, Kemaharajaan Suwarnabhumi Pa
riangan, sebelum adanya Pagaruyung) ialah kemaharajaan yang dikendalikan oleh
keturunan raja-raja Melayu yang wila yahnya pada abad ke 7 dikuasai oleh
Sriwijaya. Ini dibuktikan kemudian secara politis dinasti ini tidak memihak,
ketika terja di konflik ideologi antara Datuk Katumanggungan dengan Da tuk
Perpatih Nan Sabatang. Dengan sikapnya secara adat disebut :
Pisang sikalek-kalek hutan,
pisang timbatu nan bagatah
Samo dijuluak kaduonyo
Koto Piliang inyo bukan
Bodi Caniagio inyo antah
samo diapkai kaduonyo.
Dengan didudukinya (didirikannya) Pagaruyung, maka Suwarna
bhumi berada di dalam lingkungan Majapahit sesuai dengan Sumpah Palapa.
Maharaja Ananggawarman tetap diakui sebagai raja, tetapi kedudukannya mewakili
Maharaja Majapahit. Oleh karenanya sejak tahun 1377 M karena telah menjadi
bagian Maja pahit, maka Suwarnabhumi tidak lagi mempunyai hubungan diplomatik
dengan negara luar terutama Cina.
Karena Cina sendiri secara resmi telah mengukuhkan pengakuan
nya tahun 1379, mengakui Suwarnabhumi sebagai bagian dari Majapahit. Hanya satu
tahun yakni tahun 1376 – 1377 M Ananggawarman menduduki kemaharajaan dari
sebuah negeri merdeka dan berdaulat. Tetapi setelah penyerangan Majapahit,
Maharaja Ananggawarman hanyalah wakil pemerintahan kera jaan Majapahit untuk
Minangkabau, Kampar, Rokan, Kandis, Kahwas, dan Darmasyraya.
Tetapi, Majapahit kemudian menarik diri dari Suwarnabhumi
pada tahun 1389 M, setelah menyelesaikan ekspedisinya ke berbagai kawasan di
Sumatera dalam rangka penyatuan Nusantara. Hal ini diduga karena keadaan
menjadi berbalik, justru di Majapapit menjadi tidak tentram. Berbagai kemelut
perebutan tahta kera jaan terjadi di kalangan keluarga istana .
Salah seorang putra kerajaan menyatakan diri sebagai
Maharaja Majapahit, yakni Bhre Wirabumi putra Hayam Wuruk dari seorang
selirnya, dan meminta pengakuan Cina. Tetapi Cina tidak kunjung memberi
pengakuan, yang berakibat pecahnya perang pada tahun 1406 M. antara Prabu
Wikramawardana dengan pihak Bhre Wirabumi.
Peristiwa ini terkenal sebagai Perang Paregreg yang dimenang
kan oleh Prabu Wikramawardana. Sementara Bhre Wirabumi sendiri gugur di medan
pertempuran. Konon perang ini berlang sung hebat dan melumpuhkan kerajaan.
Kemenangan Wikrama wardana tidak membawa Majapahit kepada kejayaan semula,
justru akibat peperangan itu Majapahit menjadi lumpuh dari dalam.
Majapahit terpaksa melupakan wilayah seberang lautnya. Dan
saat itu pulalah Ananggawarman membenahi kembali kerajaan nya, tetapi apakah
mungkin aman ? Bahaya barupun datang yakni Bajak Laut Cina.
Dewang Baramah, Islam
Berlainan dengan ayahandanya sendiri yang bergama Hindu
Budha, Sekte Bairawa, putranya Ananggawarman ternyata adalah beragama Islam.
Ini dimungkinkan karena dalam pandangan tradisi Ananggawarman Dewang Baramah
Sanggowano adalah kemenakan Datuk Yang Bertiga, yakni Datuk Ketumanggungan,
Datuk Perpatih Nan Sabatang, Datuk Sri Nan Banego-nego adalah Islam. Apalagi
Ananggawarman sekaligus menjadi menantu Datuk Ketumanggungan.
Dalam Kaba tradisi dan wawancara di Lima Kaum Tanah Datar
ada yang menyebutkan bahwa dihari tuanya, Adityawarman telah meninggalkan agama
lamanya, dan masuk agama Islam. Mema kai nama dan gelar Islam Sultan Abdul
Jalil yang pertama. Tetapi kematian Aditiwarman dalam cerita tradisi dianggap
misterius, setengah berita mengatakan Adityawarman mati diracun. Islamnya
Pagaruyung inilah juga yang membuat kemarahan Maja pahit, bahkan negeri Cina
ikut mendukung Majapahit dalam menghadapi Suwarnabhumi.
Kelak, Tiga orang anak Rajo Baramah (Ananggawarman Mauli
warmandewa) menyebarkan Islam di Jambi. Itulah yang menjadi Raja di Pucuk Jambi
Sembilan Lurah (Sialang Balantak Basi, Durian Ditakuk Rajo) sekitar Ulu
Batanghari. Kemudian kemenakannya Puti Salareh Pinang Masak menjadi cikal bakal
yang menurunkan raja-raja Jambi.
Sultan Mangkuto Ali, anak dari Iskandar Alam Pagaruyung,
pergi ke Siak. Sementara putranya Sultan Sri Bumi, yang juga bergelar Sri Tri
Buwana pergi ke Jambi, berkuasa di Jambi dengan memakai gelar kakeknya sebagai
Sang Sri Tri Buwana, kemudian kembali ke Minangkabau dan berkedudukan di Buwo
(Buwana-pura). Raja inilah yang menurunkan keturunan Raja-Raja Buwo.( limber
sinaga )
Doc. Salimbado, Pusat Kajian Tradisi Minangkabau,1995
Komentar
Posting Komentar