Perkara Arbitrase Internasional Masalah IUP


Pakar Hukum Pertambangan Ingatkan Pemerintah Hati-hati Keluarkan IUP


Pemerintah dinilai harus hati-hati dalam mengeluarkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) menyusul kemenangan perkara arbitrase Internasional di International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) melawan Churchill Mining Plc dan Planet Mining Pty Ltd.

JAKARTA,( KBN ONLINE )

Pemerintah dinilai harus hati-hati dalam mengeluarkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) menyusul kemenangan perkara arbitrase Internasional di International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) melawan Churchill Mining Plc dan Planet Mining Pty Ltd.


Pakar Hukum Pertambangan Universitas Tarumanegara Ahmad Redi mengingatkan bahwa ke depan harus ada langkah perbaikan yang perlu dilakukan. Sebab, meski IUP dikeluarkan oleh pemerintah daerah, namun biasanya yang menjadi tergugat adalah pemerintah pusat.

Menurutnya, IUP seharusnya diperiksa dan diawasi oleh Kementerian ESDM agar tidak terulang lagi kasus-kasus di mana Indonesia digugat ke arbitrase internasional.

"Karena ada 10.000 IUP yang ada di Indonesia. Dan yang dinyatakan bagus dan bersih hanya 6.000. IUP dinyatakan clear and clean baik secara teknis, lingkungan dan finansial. Tetapi ada 4.000 izin yang dianggap non clear and clear sehingga harus dicabut izinnya,” kata Ahmad dalam keterangannya, Selasa (26/3/2019).

Menurut logikanya, ketika 4.000 izin tersebut dicabut, maka mereka yang dicabut izinnya pasti akan menyerang pemerintah melalui berbagai macam forum pengadilan, baik nasional maupun pengadilan internasional.

Terbukti sudah dua perusahaan yang melakukan upaya tersebut, belum termasuk di dalam negeri, ESDM digugat karena izin-izin yang nakal.

Sebelumnya juga kasus tersebut pernah difasilitasi oleh pemerintah Indonesia. Saat itu, dipimpin oleh Kementerian ESDM yang didampingi oleh BPKM dan juga kementerian terkait lainnya. Namun, belum membuahkan hasil lantaran belum menemukan solusi yang sesuai.

Hingga pada akhirnya, pemerintah berhasil memenangkan perkara gugatan yang diajukan dua perusahaan asing di forum arbitrase ICSID. Bahkan, ICSID juga menolak permohonan Churchill Mining Plc dan Planet Mining Pty Ltd untuk membatalkan seluruh putusan arbitrase itu.

Ahmad Redi mengapresiasi kenyataan tersebut karena Indonesia menang melawan korporasi-korporasi raksasa. Menurutnya, sesuai fakta, memang ditemukan adanya pemalsuan dokumen oleh perusahaan tambang tersebut.

“Hal ini patut diapresiasi. Memang kita melawan perusahaan besar yang listing di Inggris sana,” kata Ahmad.

Dia menilai ICSID sudah cukup jernih menilai dalam kasus ini ada kecurangan-kecurangan seperti pemalsuan dokuman yang dilakukan oleh Churchill Mining sehingga kemudian mereka mendapat izin usaha pertambangan (IUP).

“Perlu diapresiasi perjuangan dari pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Hukum dan Ham, Kejaksaan,” ujarnya.

Menurutnya, prestasi pemerintah adalah berhasil membuktikan bahwa perusahaan tersebut melakukan pemalsuan dokumen. Inilah yang mengakibatkan dalam perkara itu mahkamah internasional menolak gugatan arbitrase dari perusahaan tambang yang terdaftar di London.

Perusahaan itu sebelumnua ingin mendapat kompensasi US$1,3 miliar dari pemerintah Indonesia karena membatalkan izin tambang batu bara yang dipalsukan oleh mitra bisnisnya di negara ini.

Berdasarkan pengamatan Ahmad, Kementerian ESDM dengan Kemenkumham berperan cukup baik dalam kasus ini. Mengingat bahwa pada sektor lain, yakni pertanian, Indonesia kalah di WTO dengan Amerika dan Selandia Baru, yang berkaitan dengan pangan.

Kekalahan yang menyebabkan Indonesia mendapatkan hukuman ini menunjukkan bahwa koordinasi antarsektor terkait tak berjalan dengan maksimal.

“Sedangkan [dalam] kasus ini saya lihat sudah cukup baik dari Dirjen AHU, Dirjen Minerba dan Kejaksaan sudah cukup baik koordinasinya,” ucap Ahmad.

Adapun yang dilakukan pemerintah dalam mengadvokasi kasus ini sekaligus menegaskan penegakkan hukum sektor investasi di Tanah Air.

Pola kerja sama antar lembaga, yang digagas Kemenkumham untuk mengadvokasi kepentingan negara ini, harus diterapkan sebagai pijakan baru.

Terlebih saat ini Indonesia tengah melakukan penataan besar di sektor tambang. Di mana pasti banyak pihak yang merasa dirugikan kemudian izin-izinnya dicabut pemerintah.

“Positif. Artinya memberikan kepastian hukum, memberikan perlindungan dan hak, serta jaminan bagi para investor,” ujar Kepala Pusat Bantuan Hukum Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Riyatno, Selasa (26/3/2019).

Kemenangan pemerintah di arbitrase, lanjut dia, dinilai tidaklah mudah. Butuh proses panjang, namun kerja sama antar beberapa lembaga bisa memenangkan gugatan.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly mengatakan kemenangan yang diperoleh pemerintah Indonesia dalam forum ICSID ini sudah bersifat final dan berkekuatan hukum tetap.

Dengan demikian tidak ada lagi upaya hukum lain yang dapat dilakukan oleh para penggugat.

Kendati begitu, bukan berarti Indonesia tidak bakal mendapati masalah baru lainnya. Riyatno optimistis, ke depan pemerintahan akan lebih kuat menghadapi persoalan serupa bila terus solid.

“Kita punya tim pemerintah yang kuat, ada Kemenkumham, ESDM, BKPM, Kemenkeu, dan lembaga lainnya. Kita bakal kuat,” kata Riyatno.

Wakil Ketua Komisi Vll DPR Tamsil Linrung mengapresiasi pemerintah perkara arbitrase melawan Churchill Mining Plc dan Planet Mining Pty Ltd.

Menurut dia, Indonesia dalam posisi yang benar dan memang berkewajiban membatalkan izin tambang itu dengan mempertimbangkan banyak aspek.

"Kita harus mengapresiasi mahkamah internasional yang telah menjalankan kewajibannya membuat keputusan yang tepat dan adil," katanya, Selasa (26/3/2019).

Ke depannya, dia mendorong pemerintah agar lebih berani untuk mengevaluasi beberapa perusahaan tambang lainnya. Caranya, dengan mengambil putusan yang sama, yakni membatalkan perizinan yang telah diberikan bila terdapat pelanggaran yang dilakukan.( limber sinaga )


Komentar

Postingan populer dari blog ini

SILSILAH ASAL USUL SISINGAMANGARAJA

Satu Abad Surat Kabar Sumut

Raker IAI Sumut